Menyelesaikan Soal

Dulu, sebelum menikah, saat itu mendekati hari akad, Abah dan Ummi menyampaikan banyak hal tentang kekurangan Dek Zahra. Saking banyaknya sepanjang sore itu habis hanya untuk menceritakan kelemahan Dek Zahra. Mulai dari kepribadian, kebiasaan buruk, ketidakterampilan, keteledoran, dan segala hal kurang baik lainnya.

Saya sempat bingung dan mencoba menerka apa maksud Abah dan Ummi melakukan hal tersebut. Saya pikir mungkin Abah-Ummi ingin menurunkan image Dek Zahra yang saat itu dalam benak saya sangat tinggi supaya saya tidak minder lagi. Alasan lainnya, bisa jadi Abah-Ummi ingin menguji keseriusan saya untuk menikahi Dek Zahra. Alasan paling realistis, barangkali itulah cara Abah-Ummi mengoperkan amanah pendidikan Dek Zahra kepada saya.

Jika Dek Zahra pernah mengatakan bahwa, perempuan itu ibarat soal yang harus diselesaikan dalam ujian. Dan ketika menikah, maka tugas suaminya lah untuk menyempurnakannya. Maka hari itu, saya melihat ada banyak sekali hal yang harus saya pelajari untuk menyelesaikan soal tersebut. Bukan karena tarbiyah yang dilakukan Abah-Ummi gagal. Bukan pula karena kekurangan Dek Zahra terlalu banyak. Namun, lebih karena soal yang harus saya selesaikan masuk dalam kategori sulit. Dek Zahra banyak kurang dan lemah dalam urusan domestik. Tak banyak orang yang mau memanajemen urusan domestik, plus mendidik orang lain untuk ikut serta.

Beruntungnya saya terbiasa dididik dan diajarkan urusan domestik sejak kecil. Menyiapkan makanan, menata barang, membereskan ruang, memasak, mencuci pakaian, mencuci peralatan makan, dan kegiatan domestik lainnya. Bahkan, saking kerasnya orangtua saya mendidik keterampilan urusan domestik, saya sampai paham strategi multitasking-nya dan estimasi waktu yang dibutuhkan. Sampai-sampai, nenek saya pernah menyindir setengah bercanda, “Fahmi ini besok kalau punya istri, kayaknya orangnya yang nggak pinter ngurusi rumah.”

Dengan latar belakang seperti itulah, maka kehidupan saya dengan Dek Zahra setelah menikah bisa ditebak. Saban hari, saya mesti cuap-cuap masalah A sampai Z. Saya mengajari Dek Zahra berbagai hal tentang pengaturan domestik. Saya ajarkan cara cepat, cara cerdas, dan juga estimasi waktu. Tak jarang saya kecewa dengan hasil pekerjaan Dek Zahra. Yang kemudian akhirnya saya lakukan dan selesaikan sendiri, kadang dengan hati yang mendongkol.

*****

Kini, hampir satu tahun usia pernikahan kami. Tepatnya, 11 bulan perjalanan ini kami lalui bersama. Kami sama-sama berproses, saya belajar men-tarbiyah diri dan Dek Zahra, Dek Zahra juga sering mengkritisi kesalahan saya. Tapi memang, tidak ada proses yang nikmat dan instan. Kadang, bahkan salah satu dari kami harus marah dahulu supaya menyadari itu sebuah kesalahan.

Yang paling saya syukuri dalam perjalanan selama ini adalah, tanpa saya sadari, saya sudah banyak menyelesaikan soal yang harus saya selesaikan. Dek Zahra hari ini telah berkembang menjadi pribadi yang jauh lebih kuat, lebih berkarakter, lebih bijak, lebih mandiri, dan lebih-lebih kebaikan lainnya. Urusan domestik semuanya beres, mencuci pakaian, menyapu dan mengepel lantai, menyiangi tanaman, menyiapkan makanan, dan sejenisnya sudah lancar dilakukan oleh Dek Zahra. Barangkali, hanya kurang sedikit lagi yang harus diselesaikan, yaitu hafalan Al-Quran dan kelulusan sarjana.

Pernah suatu kali Dek Zahra bertanya kepada saya,

“Mas, kenapa sih semua urusan domestik harus kita urus sendiri?”

Sebuah pertanyaan yang sangat wajar karena mengelola urusan domestik secara pribadi adalah sulit. Maka, banyak orang yang menyerahkannya pada pihak ketiga. Pertanyaan yang sama dulu juga saya ajukan pada Ibu saat mengajari saya. Maka, jawabannya juga sesuai dengan bagaimana Bapak menjawab kepada Ibu dulu,

“Urusan domestik itu kalau diurus sendiri kan bisa sambil didoakan dan diwiridkan. Misalnya, mencuci baju didoakan supaya orang yang memakai tambah percaya diri, tambah baik, dan sebagainya. Atau misalnya memasak makanan, ditambahi doa semoga yang memakan senantiasa diberikan kesehatan, tumbuh-kembang yang baik, dan sebagainya. Itu yang pertama.”

“Kedua, urusan domestik itu harus bisa supaya mengurangi ketergantungan kita terhadap faktor eksternal di luar diri kita. Misalnya, kita mampu masak, mencuci, bengkel, maka hal-hal di bidang itu kita nggak perlu merepotkan orang lain. Bahkan, syukur kita bisa membantu.”

“Ketiga, urusan domestik harus dikuasai supaya memperkuat daya tahan dan daya lenting keluarga. Tentu kita tidak bisa menjamin bahwa kita akan hidup serba cukup terus, ada saatnya kita di bawah. Ada suka dan dukanya. Dengan terampil manajemen urusan domestik, keluarga akan tetap bertahan dan relatif minimal gangguan meskipun kondisi ekonomi, kenyamanan, dan kesejahteraan berubah drastis.”

“Terakhir, perempuan yang terampil mengurusi pekerjaan domestiknya, maka pahalanya setara dengan jihad fii sabiilillaah.”

*****

Dan hari ini, Dek Zahra telah membuktikan betapa terampilnya dia melakukan pekerjaan domestik dalam keluarga kami. Kalau sudah begini, maka soal yang harus saya selesaikan sudah banyak yang terselesaikan. Sehingga, saya bisa lebih “membebaskan” Dek Zahra untuk memilih karir dimana, aktif di organisasi apa, dan urusan umat lainnya. Hal ini karena saya menganggap bahwa Dek Zahra telah lulus dalam pendidikan pertamanya.

Maka, bertepatan dengan tambahnya umur Dek Zahra, saya melanjutkan tahap pendidikannya ke tingkat kedua. Yaitu, pendidikan penjagaan kehormatan diri dan keluarga selama di luar rumah. Setelah urusan domestik beres, maka pelan-pelan saya mulai mengizinkan Dek Zahra kembali ke “habitat”nya di lingkungan aktivis sebagaimana dulu kami bertemu.

Hanya kali ini, kami harus mampu menjaga diri kami, memahami batasan-batasannya, dan memfokuskan pada hal-hal yang baik. Saya sebagai orang yang bertanggung-jawab mendidik Dek Zahra tentu tidak hanya sekedar mengingatkan dan mengajari, namun juga mengamalkan dan memberi contoh.

Jadi, baarakallaah fii umrik, My Wif-friend!
Semoga Allaah swt mudahkan dan beri petunjuk kepada kita selama berproses, dilancarkan rezekinya, diberikan kesehatan dan panjang umur dalam kebaikan.

3 thoughts to “Menyelesaikan Soal”

  1. Maaf, tapi memang sepenglihatan saya, aktivis yg biasa sibuk di luar rumah emang lebih berantakan dalam ngurus rumah. Saya jadi sering khusnudzon dan mendoakan teman kosan saya agar di masa depan nanti bercukupan scr ekonomi utk menyewa jasa asisten rumah tangga.
    Melegakan sekali membaca ini. Setuju bahwa urusan rumah tetap harus dikuasai 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *