Menjaga Dengan Sholat

Ada sebuah hadits yang menurut saya tidak masuk akal ketika pertama kali mendengarnya. Hadits tersebut sering kita jumpai saat kita masuk ke sebuah masjid. Lebih tepatnya, sering kali tertulis di dinding masjid bagian depan atau running text pada jam adzan-iqamah masjid.

Adalah sebuah hadits tentang meluruskan yang bunyinya begini,

“Luruskanlah shaf-shaf kalian! Karena, Demi Allaah! Kalian benar-benar meluruskan shaf-shaf kalian, atau (jika tidak) Allaah swt akan membuat perselisihan di antara hati kalian.”
(H.R. Abu Daud)

Hadits di atas, jika dibaca sekilas, nampak tidak masuk akal. Bagaimana mungkin sebuah anjuran meluruskan shaf berhubungan dengan perselisihan antar individu yang menjadi sumber perpecahan umat? Persoalan sepele yang jika kita remehkan bisa memberi dampak begitu besar.

*****

Saya baru mendapatkan jawabannya saat membaca buku Prophetic Parenting karya Syaikh Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid. Dalam bukunya, saya menemukan alur yang logis bagaimana anjuran merapatkan dan meluruskan shaf shalat berbanding lurus dengan kesatuan umat Islam. Berikut adalah beberapa hadits dan atsaar yang menjadi dasarnya, yang saya kutip dari buku tersebut.

Berangkat dari sebuah sabda Rasuulullaah saw yang diriwayatkan oleh shahabat Hudzaifah ra,

“Fitnahnya seseorang terletak pada istrinya, hartanya, anaknya, dirinya, dan tetangganya. Fitnah tersebut dapat dihapus dengan shalat, puasa, sedekah, mengajak kebaikan, dan mencegah kemungkaran.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)

Lalu, kemudian atsaar dari salah seorang sufi, murid dari Sufyan Ats-Tsauri, yaitu Sahal At-Tusari dalam usahanya menjaga anaknya, beliau memperbanyak amalan shalih khususnya shalat. Ketika ditanya mengenai amalannya tersebut, beliau mengatakan,

“Aku akan menepati janji yang telah diambil Allaah swt dariku di alam dunia ini. Aku akan memelihara anak-anakku dari mulai saat ini sampai Allaah swt menghidupkan mereka di alam persaksian.”

Lalu yang terakhir adalah kisah tentang Sa’id ibn Musayyib yang diriwayatkan oleh Imam Al-Qurthubi dalam menafsirkan surat Al-A’raaf ayat 196,

“Saat sedang shalat, aku teringat anakku, maka aku tambahkan shalatku. Karena telah diriwayatkan bahwa Allaah swt menjaga orang shalih berikut keturunannya.”

Maksudnya adalah, para ‘ulamaa’ dan salaafushshaalih, mereka membiasakan diri dan memperbanyak melakukan kebaikan untuk menjaga diri dan keluarganya dari berbagai fitnah. Mereka melakukan hal tersebut bahkan sebelum menikah dan memiliki keturunan. Mereka menambah lagi ketika istrinya tengah hamil. Dan, mereka semakin giat ketika anak-anaknya lahir dan terpapar dengan segala kebaikan sekaligus keburukan dunia.

Mereka berharap kepada Allaah swt, Dzat Yang Maha Melindungi, agar senantiasa menjaga diri mereka, istri mereka, dan anak-anak mereka dari keburukan dan fitnah dunia. Karena sungguh, tidak ada yang mampu memastikan keamanan di dunia ini selain Allaah swt. Tak perlu sikap over protective, terlalu banyak perintah dan larangan, dan hal riweuh lainnya. Cukup dengan memperbanyak kebaikan, khususnya shalat, sebagai washilah perlindungan untuk diri dan keluarga.

Saya merasakan betul bagaimana efek dari kebiasaan baik tersebut. Saat saya bersemangat dalam kebaikan, amalan yaumiyah banyak yang ter-checklist, maka keluarga saya merasa tenang. Dek Zahra juga akan bersemangat dalam kebaikan. Santri-santri saya mudah dalam belajar dan menghafal.

Sebaliknya, ketika saya kendor dan futur, seolah-olah kebaikan yang saya terima terasa hampa. Dalam arti, segala hal baik yang saya dapatkan, tidak memunculkan rasa puas dan tenteram. Kebaikan yang saya terima tidak menambah kesyukuran dan ketaatan kepada-Nya. Begitu pula dengan Dek Zahra, entah kenapa juga ikut malas berbuat baik.

Santri-santri saya? Jangan tanya lagi. Saya merasa hampir setiap hari mereka membuat masalah. Tentu ini menjadi hal yang kontraproduktif. Mengingat salah satu unsur keberhasilan dan keberkahan belajar santri adalah ridha guru. Maka, bagaimana mungkin mereka menambah hafalan saat saya hanya kesal dan marah dengan mereka hampir setiap hari?

*****

Konsep di atas, menurut saya bisa digunakan dalam skala yang lebih besar jika dikaitkan dengan hadits di atas yang agak sulit dinalar logika saya sebelumnya. Saya baru sadar, bahwa yang dimaksud dengan merapatkan dan meluruskan shaf dalam shalat bukanlah perintah denotatif semata. Secara implisit, itu juga memerintahkan untuk memastikan agar seluruh kaum muslimin melaksanakan ibadah shalat di masjid. Hal ini akan menunjukkan kekompakan dan kekuatan umat Islam. Efeknya? Tentu rasa kepemilikan terhadap ukhuwah Islamiyah akan kuat, kebanggaan sebagai seorang muslim akan menjalar di hati setiap orang.

Selain itu, yang lebih penting adalah, ketika umat sering berkumpul dalam jamaah kebaikan, khususnya sholat, maka konsekuensinya, mereka akan cenderung kepada kebaikan. Waktu dan aktivitasnya akan disibukkan dengan hal-hal yang baik. Efeknya? Akan turun naungan dan perlindungan Allaah swt kepada umat ini dari berbagai bentuk fitnah dan keburukan.

Pahamilah,

Bisa jadi hari ini umat berpecah-belah, karena kita sibuk berburuk sangka, menebar hoax, dan mencari-cari kesalahan di antara umat Islam. Kita disibukkan pada hal-hal yang mubah, makruh, bahkan haram. Minimal, kita merasa sibuk dengan hal-hal yang sunnah dan menyepelekan hal yang wajib.

Bisa jadi penyebab umat tak kunjung bersatu, karena kita menyepelekan sholat jamaah di masjid. Kita enggan bersedekah dan saling memberi hadiah. Kita enggan saling bersilaturrahmi dan mengunjungi dengan dalih sudah saling menyapa lewat media sosial.

Percaya atau tidak, segala kebaikan tersebut adalah sumber penjagaan umat ini dari berbagai fitnah dan keburukan yang akan menimpa. Rumusnya sederhana, umat akan kuat dan baik, ketika masing-masing pribadi mengutamakan kebaikan. Dan umat akan rapuh dan hancur, ketika masing-masing pribadi saling mencari keburukan untuk menjatuhkan saudaranya.

*****

Maka, mari pikirkan kembali kondisi umat hari ini. Refleksikan dengan kehidupan kita. Bisa jadi kemalasan kita, maksiat kita, menjadi bagian kelemahan penjagaan umat ini. Mari penuhi kembali masjid-masjid kita untuk sholat berjamaah, sibukkan diri kita dengan berbagai kebaikan dan majelis ilmu. Harapannya, itu menjadi ikhtiar kita menjaga kesatuan umat ini.

Seorang ilmuwan dan dokter muslim asal Mesir yang tinggal di Amerika Serikat, Dr. Raghib As-Sirjani, dalam bukunya, Misteri Sholat Shubuh, mengatakan,

“Orang yahudi tidak akan takut kepada kaum muslimin sampai jamaah shalat subuh di masjid sama dengan jamaah shalat Jumat.”

Yuk, jaga umat ini dengan merutinkan kembali kebaikan-kebaikan kita yang sempat lalai.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *